Sunday, July 13, 2014

Menjadi Lionel Messi

Menjadi Lionel Messi

Menjadi Lionel Messi - Jika seorang Lionel Andres Messi memiliki kesempatan untuk keluar dari --sekaligus menghancurkan-- bayang-bayang Diego Maradona, maka pertandingan final malam nanti adalah waktu yang tepat untuk melakukannya.


Bagaimana tidak. Mengangkat trofi juara dunia di tanah rival terberat Argentina adalah prestasi yang akan memberikan kebahagiaan ganda bagi rakyat Argentina. Apalagi jika dilakukan dengan menekuk tim yang menghancurkan sang tuan rumah dengan skor 7-1. Tentu itu sudah cukup untuk menasbihkan Messi sebagai salah satu pemain terbaik sepanjang massa.

Malam nanti, pemain bernomor punggung 10 itu bisa membungkam semua kritik yang berkata bahwa ia hanya bisa "menjadi Messi" saat berseragam Barcelona, dan tak bisa apa-apa bersama tim nasional.

Apalagi saat ini Messi telah memasuki usia 26 tahun, usia yang sama ketika Maradona membawa Argentina meraih trofi Piala Dunia terakhir kalinya. Nah, lho!

Messi adalah Argentina?

Untuk mengawali ini semua, ada baiknya kita mulai dari babak kualifikasi Piala Dunia. Berawal dari play-off perebutan tempat Piala Dunia zona Eropa, dua tim besar diundi takdir untuk bertemu, Portugal dan Swedia. Pertandingan ini secara sederhana bisa kita simpulkan menjadi Cristiano Ronaldo melawan Zlatan Ibrahimovic.

Sepakbola tentunya adalah sebuah permainan tim. Menyebut Portugal melawan Swedia dengan Cristiano melawan Zlatan adalah sesuatu yang naif. Masih ada 20 pemain lagi selain mereka berdua. Pesepakbola level Liga Champion dan pemain regular level internasional. Ini adalah pertandingan antara dua buah sistem permainan, bukan pertandingan antar individu-individu, apalagi hanya dua individu saja.

Namun, yang terjadi adalah seperti pembenaran label di atas: Ronaldo mencetak empat gol (satu di Lisbon, tiga di Solna), dan Ibrahimović mencetak dua gol (keduanya di Solna). Portugal pun berhasil maju ke Piala Dunia dengan kemenangan 4-2.

Simpel saja, kan? Ronaldo 4-2 Ibrahimovic.

Pertandingan itu seolah jadi gambaran awal bagaimana Piala Dunia 2014 ini berlangsung, yaitu seperti menjadi turnamen antar individual. Suka ataupun tidak suka, banyak negara-negara yang tersingkir karena bintang mereka sedang tidak bermain bagus.



Misalnya saja Uruguay dan Luis Suárez. Ketika bermain dengan Suarez, anak-anak asuhan Oscar Tabarez mampu menundukkan Inggris dan Italia. Tapi, tanpa bintang yang baru saja pindah ke Barcelona itu, mereka ditundukkan Kosta Rika dan Kolombia.

Portugal juga demikian dengan Ronaldo, Brasil dengan Neymar, Belanda dengan Arjen Robben, Kosta Rika dengan Bryan Ruiz, Amerika Serikat dengan Clint Dempsey, Kolombia dengan James Rodríguez, Swiss dengan Xherdan Shaqiri, Australia dengan Tim Cahill, dan bahkan Inggris dengan Wayne Rooney-nya.

Dari sekian banyak tim yang bermain di Piala Dunia, dengan menaruh segala hormat kepada Jerman yang kami nilai bukanlah one-man team, satu yang tersisa adalah Argentina, yang tentu akan berharap banyak pada Lionel Messi.

Di Bawah Bawah Bayang-Bayang Maradona


Infografis Maradona dan Lionel Messi

Lionel Andres Messi lahir pada 24 Juni 1987, atau hampir tepat satu tahun setelah Diego Maradona dan Argentina mengangkat trofi Piala Dunia 1986 di Stadion Azteca, Meksiko.

Sejak kecil, ia hanya mengenal bola, bola, dan bola. Tidak ada yang membuatnya tertarik selain benda berbentuk bundar tersebut. Messi adalah sosok yang mirip dengan Maradona. Selain karena mereka sama-sama berkaki kiri, berteknik magis, dan memiliki kecepatan tinggi ketika menggiring bola, mereka berdua juga sama-sama memiliki mental kemenangan yang tangguh.

Ya, mereka berdua sama-sama tidak menyukai kekalahan dan bahkan bereaksi kurang baik ketika ditundukkan lawan.

Selain kesamaan di atas, secara ajaib ada satu kesamaan lain antara Maradona dan Messi. Pada usia 16 tahun, Maradona melakukan debut internasionalnya pada tahun 1977 melawan Hungaria. Sementara Messi yang berusia 18 tahun pada tahun 2005, melakukan debut internasionalnya melawan... Hungaria juga!



Pada umurnya yang masih 18 tahun itu, Messi bergabung bersama skuat Argentina asuhan Jose Pekerman di Piala Dunia Jerman 2006. Si Kutu, demikian ia dipanggil karena tubuh kecilnya, bahkan ikut menyumbangkan gol dalam kemenangan 6-0 Argentina atas Serbia dan Montenegro.

Berkomentar tentang titisannya itu, "El Diez" Maradona berkata, "Satu hal yang sangat saya sukai dari Messi, selain karena kemampuannya, adalah ia seorang pemimpin. Dia mengetahui semua hal tentang timnya dan bisa mengatasi tekanan."

Era Messi bersama Argentina sebenarnya secara utuh baru dimulai pada Copa America 2007 di Venezuela ketika ia mencetak gol menakjubkan ke gawang Meksiko. Namun, pada pertandingan final, ia tidak menunjukan performa seperti babak penyisihan. Argentina harus kalah 3-0 dari rival utama mereka, Brasil.

Sejak saat itu, Messi terus berada di bawah bayang-bayang Maradona.

Menemukan Bentuk Permainan Terbaik Messi di Argentina

Performa Messi kemudian selalu dibanding-bandingkan dengan si pencipta gol tangan tuhan, baik ketika bermain untuk klub maupun negara. 
Di Barcelona, Messi adalah sosok “Messiah”, Rasul penyelamat bagi Catalan, juara La Liga, juara Copa del Rey, juara Liga Champion, juara Piala Dunia Antar Klub, pencetak gol terbanyak sepanjang masa, dan masih banyak lagi yang bisa kita sebutkan.

Sementara itu, kebanyakan rakyat Argentina kebingungan dengan peran Messi. Apakah Argentina lebih baik tanpa Messi? Jika Messi bermain, ia berperan sebagai apa? Bagaimana dengan pemain-pemain lainnya? Itu semua adalah pertanyaan-pertanyaan yang timbul di benak para fans Tim Tango. Berseragam Albiceleste, Messi kerap kali kesulitan mencetak gol, bahkan untuk sekadar bermain baik.

Selama era Pep Guardiola di Barca, Argentina sendiri terobsesi untuk mengimitasi cara bermain Barcelona. Tim Tango menjadi lab percobaan untuk mentransformasikan cara bermain Catalan di Argentina. Ide utamanya adalah untuk mereplikasikan dan menciptakan ulang kondisi serta cara bermain Messi di level klub, agar ia merasa bahagia kembali.


Imbasnya bahkan pada konferensi pers, yaitu ketika nama Barcelona selalu terdengar lebih sering ketimbang nama Argentina sendiri.



Namun, lama-kelamaan publik tersadar bahwa Barcelona nyaris tak mungkin untuk dijiplak. Esteban Cambiasso bukanlah Xavi Hernandez, Ever Banega bukanlah Iniesta, Argentina bahkan tidak memiliki sosok Pique sebagai bek tengah andalan, atau Daniel Alves sebagai wing-back energik.

Puncaknya adalah pada Copa America 2011 yang berlangsung di tanah mereka sendiri. Ketika itu, Argentina hanya bisa menjadi runner up di Grup A setelah bermain imbang 1-1 dengan Bolivia dan 0-0 dengan sang juara grup Kolombia. Di babak selanjutnya, mereka harus tersingkir oleh Uruguay di perempatfinal di Estadio Brigadier General Estanislao López, Santa Fe.

Di kompetisi itu, Messi bahkan tidak mencetak satu pun gol, sebagaimana ia juga tidak membobol gawang lawan sama sekali di Piala Dunia 2010 Afrika Selatan.

Ketika semua orang telah menyerah dan berpikir bahwa Messi memang terlahir untuk jadi bintang Barcelona dan bukan Argentina, datanglah Alejandro Sabella. Pelatih berusia 59 tahun itu yang lalu jadi sosok pemecah misteri cara menemukan bentuk permainan terbaik Messi di Argentina.

Pada wawancara pertamanya, Sabella menegaskan prioritasnya: Messi adalah pemain terbaik dunia, Messi adalah Argentina, dan tim Argentina akan akan dibangun di sekitarnya. Sabella juga yang menunjuk Messi sebagai kapten, memperjelas statusnya sebagai pemimpin tim.

Sabella berhasil mentransformasikan Messi sedemikian rupa di tim Argentina dengan mengutak-ngatik cara bermain timnya. Masyarakat Argentina seharusnya familiar yang dilakukan Sabella ini. Pasalnya, pada Piala Dunia 1986, Carlos Bilardo juga melakukan hal yang sama untuk Maradona. Pelatih Tim Tango itu harus berkali-kali melakukan perubahan taktikal, mengubah sistem 4-3-3 ke 3-5-2, serta sebaliknya, secara berkala.

Billardo pun berkali-kali mengubah posisi Maradona, dari semula menaruhnya sebagai pemain No. 10, lalu kemudian memasangnya penyerang depan. Sasaran utamanya adalah untuk memaksimalkan kekuatan mematikan Maradona.

Ya, Messi adalah Argentina

Mengangkat trofi Piala Dunia di tanah Brasil tentunya juga menjadi agenda yang menggiurkan untuk pasukan Argentina. Sejak Sabella mengambil alih, Messi juga seperti mulai bisa mengeluarkan sentuhan magis, seperti yang ia tunjukkan di Barcelona. Tim ini pun dengan rela menjadikan Messi sebagai pusat permainan.

Demikian pula dengan rakyat Argentina yang tidak ragu, dan bahkan memang berekspektasi untuk menaruh nasib timnya di pundak Messi. 
Sejak musibah di Copa America 2011 di rumah mereka sendiri, penyerang mungil ini telah berhasil bertransformasi jadi pemain mematikan. Dalam Piala Dunia ini saja, Messi sudah mencetak 4 gol dan meraih 4 gelar man of the match. Meskipun pada laga perempat final dan semi final Messi selalu bisa diredam oleh lawan-lawannya, image La Pulga yang setengah-setengah ketika mengenakan dengan kaus biru-putih sudah lama sirna.



api tugasnya belum rampung. Belum selesai. Messi masih membutuhkan satu langkah (tak mudah) lagi untuk keluar dari bayang-bayang Maradona. Untuk menasbihkan status bahwa ia tak sekedar penerus kelegendaan seseorang, dan bahkan mampu menciptakan dongengnya sendiri. 
Bahwa Messi adalah Messi.



================================================ ARGENTINA

Berikan komentar jika Menjadi Lionel Messi ini menarik untuk disimak -