Sunday, June 22, 2014

Grup F: Argentina 1-0 Iran - Taktik Sempurna Queiroz Digagalkan Kejeniusan Messi

Grup F: Argentina 1-0 Iran - Taktik Sempurna Queiroz Digagalkan Kejeniusan Messi

Pelatih Iran, Carlos Queiroz, sukses menginstruksikan pemainnya untuk bermain disiplin selama 90 menit. Tapi sayangnya sepakbola tidak hanya 90 menit.


Ada injury time babak kedua yang mampu dimanfaatkan seorang Lionel Messi untuk menghasilkan satu momen dan gol brilian. Kemenangan 1-0 ini pun mengantarkan Argentina ke babak 16 besar.

Sebelum gol tunggal itu, pertandingan semalam seperti akan menjadi salah satu kejutan di turnamen kali ini, karena Iran menolak untuk ditaklukan oleh Argentina. Meski penguasaan bola bisa dikatakan sangat ekstrem, yaitu 79,1% (Argentina) berbanding 20,9%, nyatanya Tim Tango kerap menemui jalan buntu.

Malah Iran mampu beberapa kali mengancam gawang Argentina lewat serangan balik, dan memaksa sang kiper, Sergio Romero, melakukan tiga kali penyelamatan gemilang. Sepanjang 90 menit, Argentina memang menguasai bola, tapi Iran mampu menguasai ruang.


Penguasaan Bola yang Seolah Tak Berguna

Sebelum pertandingan, Sabella berkata, "Messi lebih suka bermain dengan 4-3-3 dengan Di Maria yang ikut menyerang juga dari belakang. Maka kami akan memainkan 4-3-3". Messi telah mendapatkan persis dengan apa yang dia sukai.

Argentina pun menanggalkan 3-5-2 yang digunakan ketika melawan Bosnia dan mengadopsi pola favorit Messi.

Dengan formasi ini Argetina mendapatkan penguasaan bola mutlak atas Iran. Selain dari penguasaan bola, salah satu contoh lain yang menggambarkan penguasaan Argentina ini ada pada jumlah operan yang mereka buat.

[Grafik seluruh operan Argentina dan Iran. Sumber: FourFourTwo Statszone]



Secara keseluruhan, Argentina berhasil melepaskan 512 operan dengan 462 di antaranya sukses menemui sasaran (90 persen), sementara Iran hanya berhasil melakukan 130 operan dengan 67 persen di antaranya tepat sasaran.

[Grafik operan di sepertiga lapangan akhir Argentina dan Iran. Sumber: FourFourTwo Statszone]

Begitupun di sepertiga lapangan akhir, Argentina menguasai sisi lapangan Iran dengan sering mengirimkan operan ke daerah tersebut. Sedangkan Iran, jika dilihat dari grafik operan di atas, banyak mengirimkan bola ke depan dengan umpan jauh, dan banyak di antaranya adalah buah dari serangan balik.

Dari chalkboard passing Fernando Gago dan Javier Mascherano di bawah, terlihat bahwa keduanya adalah pemain Argentina yang paling dominan berperan dalam menyumbangkan penguasaan bola bagi Argentina.


[Grafik operan Fernando Gago dan Javier Mascherano. Sumber: FourFourTwo Statszone]

Mascherano, yang memainkan pertandingan ke-100 bersama Argentina semalam, melakukan tepat 100 buah operan pada pertandingan itu, dengan 92 di antaranya menemui sasaran. Tidak jauh berbeda, Gago juga menjadi kunci kontrol lapangan tengah Argentina dengan 106 buah operan (98 berhasil).

Namun, jika diperhatikan baik-baik, arah passing dari kedua pemain tengah ini mayoritas ke arah samping. Ini karena keduanya memang tak memiliki kemampuan untuk memberikan umpan-umpan terobosan ke kotak penalti yang dijaga ketat oleh pemain Iran.

Pada akhirnya, pemilihan Mascherano dan Gago secara bersamaan --keduanya adalah gelandang bertahan-- ini menjadi sia-sia, karena toh bola memang sudah dikuasai Argentina. Tak ada operan-operan lawan yang sering mereka putus. Pemain seperti Maxi Rodriguez yang memang fasih dalam mengkreasi peluang seharusnya bisa lebih membantu skema serangan Argentina. 

Dipaksa Melakukan Umpan Silang

Dalam pertandingan semalam, Argentina melepaskan banyak sekali crossing, yaitu sebanyak 41 buah dengan 9 di antaranya menemui sasaran. Sebagai perbandingan, tim yang paling sering melakukan umpan silang di Piala Dunia kali ini, yaitu Ghana, hanya melepaskan rataan 29 crossing/game.

Salah satu penyebabnya adalah Iran yang memang menumpukkan pemain di tengah secara sempit/narrow. Ini terlihat dari grafik heat map skuat Carlos Queiroz di bawah.



[Grafik Heat Map Iran. Sumber: Squawka.com]

Dengan memperketat area tengah, Queiroz ingin mengarahkan operan pemain-pemain Argentina ke samping dan membuat mereka menyerang kotak penalti hanya melalui crossing. Iran ingin memanfaatkan kelemahan Argentina yang lemah dalam menghadapi duel bola udara, baik dalam menyerang maupun bertahan. Ditambah lagi, tinggi rata-rata pemain Argentina kalah dari tinggi rata-rata pemain Iran, yaitu 180,5 cm berbanding 182,9 cm.

Asimetris Fullback Argentina

Satu pemain Argentina yang berperforma baik pada pertandingan ini adalah Marcos Rojo.

[Grafik permainan Marcos Rojo. Sumber: FourFourTwo Statszone]

Full back kiri berusia 24 tahun ini memainkan peran penting bagi Argentina untuk mencari alternatif selain mengandalkan Messi dalam menyerang. Tubuhnya yang jangkung dan kebiasaannya bermain sebagai bek tengah di klubnya, Sporting Lisbon, juga secara tidak biasa membuatnya berani untuk berduel tatkala Argentina mendapatkan kesempatan melalui sepakan pojok.

Tercatat ia menjadi pemain yang paling banyak menciptakan peluang bagi Argentina, baik dengan crossingmaupun dengan usaha tembakannya ke gawang. Ia menjadi energi tersendiri di sisi kiri Argentina ketika Angel di Maria dan Aguero tidak mampu berbuat banyak.

[Grafik umpan silang Argentina dan Iran. Sumber: FourFourTwo Statszone]

Namun berseberangan dengan Rojo di kiri, Pablo Zabaleta di kanan jarang naik untuk ikut membantu penyerangan. Ia banyak berkonsentrasi untuk mengantisipasi serangan balik. Ini jadi salah satu penyebab Iran tetap dapat mempertahankan kerapatan lini pertahanan di area tengah, yaitu karena tidak ada ancaman dari sayap kanan Argentina yang membuat bek-bek Iran keluar dari posisinya. Messi, yang ditempatkan di sisi kanan trisula, pun lebih sering melakukan cutting inside ke depan kotak penalti untuk memberikan umpan pada Higuain dan Aguero.

Permainan Disiplin Iran



Berkebalikan dengan Argentina, Iran tampil baik secara defensif. Tampaknya, semenjak persiapan Piala Dunia, Iran memang menitikberatkan lini pertahanan sebagai andalan untuk tampil di turnamen akbar ini. Terbukti, empat dari lima pertandingan terakhir Iran berakhir dengan cleansheet.

Pada pertandingan sebelumnya, Nigeria mengalami kerepotan karena sulit sekali menembus kokohnya pertahanan Nigeria. Begitupun pada pertandingan menghadapi Argentina semalam. Iran bisa dibilang bermain ultra-defensif dengan formasi 4-2-3-1 sambil sesekali melancarkan serangan balik.

Meski tidak mengambil banyak hal positif dari permainan defensif, Iran mendapatkan kinerja yang solid dari bek-bek mereka, baik Mehrdad Pooladi. Jalal Hosseini, Amir Hossein Sadeghi, dan Pejman Montazeri untuk menghentikan serangan Argentina. Caranya adalah dengan cepat menutup gerak dari trisula penyerang + Angel Di Maria. Pasalnya, keempat pemain tersebut adalah pemain yang memiliki akselerasi sangat baik saat mendapatkan ruang. Maka penting untuk menghentikan pergerakan mereka sedini mungkin, sebelum mereka mendapatkan tempat untuk melakukan dribble.

[Grafik tekel dan clearance Iran. Sumber: FourFourTwo Statszone]

Menghadapi bombardir serangan, operan final third, dan crossing Argentina, Iran bermain bertahan mati-matian dan berhasil menghalau itu semua. Tercatat, 22 (dari 40) buah tekel berhasil dilakukan dengan baik, dan mereka berhasil menghalau serangan Argentina dengan 38 clearance.

[Grafik usaha mencetak gol dari Argentina dan Iran.Sumber: FourFourTwo Statszone]

Namun, permainan bertahan Iran ini bukan tanpa celah. Argentina berhasil melakukan 21 usaha mencetak gol ke gawang Iran. Tapi ini dengan catatan bahwa kontribusi utama attempt Argentina berasal dari tendangan jarak jauh dan duel bola udara di depan gawang yang kebanyakan meleset atau melambung tinggi. Dari 21 usaha tersebut, hanya 4 buah attempt saja yang berhasil menemui sasaran.

Serangan Balik Melalui Sayap

Meski bermain bertahan, Iran juga ternyata mampu melakukan 8 usaha mencetak gol. Jumlah ini sebenarnya sudah cukup banyak untuk ukuran tim yang banyak berada di daerah lapangannya sendiri.

Melalui kapten Nekounam, Iran berhasil beberapa kali melakukan serangan balik. Nekounam, yang memiliki 141 penampilan dalam 14 tahun karirnya untuk Iran, adalah pemain yang mengontrol lini tengah mereka. Ia bermain di sisi yang sama dengan Dejagah di kiri. Mereka berdua menjadi kunci serangan balik Iran.



Memenuhi sisi lapangannya sendiri, Iran cenderung banyak melakukan serangan lewat sayap kanan dan kiri mereka, terutama pada sisi Nakounam dan Dejagah bermain, dan jarang lewat tengah. Terutama untuk memanfaatkan ruang yang ditinggalkan Rojo.

Skema serangan balik dengan bola panjang ini banyak berhasil membuat bola terkirim ke daerah tengah kotak penalti lawan.

Akibatnya, dari 8 tendangan yang dilepaskan Iran, 6 di antaranya berasal dari peluang yang didapatkan Iran dari dalam kotak penalti Argentina. Sementara dua sisanya adalah tendangan dari luar kotak penalti.

Selain dari serangan balik, Iran juga banyak melakukan serangan dan mendapat harapan mencetak gol melalui eksekusi bola-bola mati karena mereka unggul dalam duel bola udara.

Dari 8 usaha mencetak gol di atas, hanya 3 buah yang berhasil menemui sasaran, dengan 2 di antaranya adalah usaha dari Ghoochannejhad yang bermain untuk tim divisi Championship di Inggris, Charlton Athletic.

Penampilan Gemilang Kedua Penjaga Gawang

Sulitnya Argentina dan Iran untuk mencetak gol ini tidak sepenuhnya bisa disalahkan kepada penyerang-penyerang mereka. Pada malam tadi, penampilan kedua kiper bisa dibilang sangatlah gemilang.

[Grafik penyelamatan penjaga gawang Romero dan Haghighi. Sumber: squawka.com]

Tanpa kehadiran Sergio Romero maupun Alireza Haghighi di bawah mistar gawang, bisa jadi pertandingan akan berakhir dengan banyak gol. Padahal Romero adalah salah satu kekhawatiran utama tim Argentina. Kiper berusia 27 tahun itu saat ini terikat kontrak dengan Sampdoria, tetapi menghabiskan waktunya sebagai pemain pinjaman di AS Monaco. Romero hampir tidak mendapatkan waktu bermain di Monaco, tercatat ia hanya turun dalam 3 pertandingan di Ligue 1. 

Performanya yang meragukan terlihat jelas pada gol Vedad Ibisevic pada pertandingan pembuka Argentina melawan Bosnia. Ia membiarkan bola yang agak lemah bersarang di gawangnya. Namun pada pertandingan semalam, ia menjaga keperawanan gawang Argentina dengan luar biasa. Ia berhasil membuat 3 penyelamatan penting.



Sementara kiper Iran, Haghighi, tidak kalah gemilang dengan berhasil membuat 3 penyelamatan gemilang dan dua buah punch clearance. 

Kesimpulan

Dengan kedisiplinan tingkat tinggi, Iran hampir saja memetik buah manis dari usaha mereka untuk memaksa Argentina melakukan crossing dan menghentikan Lionel Messi.

Queiroz dan Iran harus dipuji untuk kinerja mereka selama 90 menit. Mereka menjadi tim yang sangat disiplin sejauh ini. Andaikan pertandingan sepakbola hanya berlangsung tepat 90 menit, seluruh rakyat Iran pasti sudah kegirangan pada pagi hari ini. Sayangnya sepakbola mengenal injury time.

Argentina yang menyerang mati-matian akhirnya mendapatkan hasil. Messi mencetak gol dengan usaha ke-21 dan usaha terakhir yang ditembakkan oleh Argentina. Dari 6 buah usaha tendangan yang dilepaskannya, tendangan jenius ini adalah tendangan pertama dan satu-satunya dari Messi yang berhasil menemui sasaran.

[Proses terjadinya gol Lionel Messi. Lihat infografinya di sini]

Sepakbola menyerang melawan sepakbola bertahan. Tim yang sembrono melawan tim yang disiplin. Namun pertandingan ini membuktikan kepada kita semua bahwa menyerang adalah bentuk terbaik dari pertahanan, dan intensitas adalah segalanya. Pujian untuk Iran, tapi tiga poin untuk Lionel Messi dan Argentina.

Berikan komentar jika Grup F: Argentina 1-0 Iran - Taktik Sempurna Queiroz Digagalkan Kejeniusan Messi ini menarik untuk disimak -