PAMOR arwana (Scleropages formosus) kini menjulang kembali, setelah sekian lama surut oleh kehadiran louhan. Dua dekade lalu, ikan purba ini mengalami puncak kejayaannya. Sampai tiga tahun lalu, arwana masih menjadi primadona ikan hias, sebelum akhirnya tergeser oleh louhan.
Sekarang, arwana menemukan kembali puncak kejayaannya. Di mana-mana orang membicarakan arwana. Topik ini, maaf, oleh sebagian masyarakat malah dianggap lebih menarik ketimbang Pemilu 2004. "Daripada pusing-pusing mikirin pemilu, lebih baik lihat-lihat arwana," kata Gatot (32), saat melihat-lihat arwana di komplek pedagang ikan hias, Jl Agus Salim Semarang, kemarin.
Dibandingkan dengan louhan, harga arwana relatif lebih mahal.
Karena itu, ketika banyak orang memelihara arwana, kita jadi bertanya: apa yang sebenarnya sedang terjadi dalam masyarakat kita? Katanya kita masih menghadapi krisis ekonomi. Buktinya banyak orang menghabiskan uang hanya untuk memuaskan hobinya.
Salah satu alasan orang memelihara arwana adalah karena ia termasuk ikan primitif. Fosilnya yang berumur 10-60 juta tahun pernah ditemukan di berbagai tempat. Ia mengalami evolusi selama 10 juta tahun lebih, sehingga tergolong ikan tahan banting dan berumur panjang.
Sebagai ikan purbakala, arwana memiliki bentuk serta penampilan cantik dan unik. Tubuhnya memanjang, ramping, dan stream-line, sedangkan gerakan berenangnya amat anggun. Di alam bebas, arwana memiliki warna yang bervariasi, mulai dari hijau, perak, sampai merah.
Dua sungut mencuat dari bibir bawahnya. Sungut ini berfungsi sebagai sensor getaran untuk mengetahui posisi mangsa di permukaan air. Para akuaris memasukan sungut ini dalam kriteria penilaian dalam kontes arwana. Pakan yang sering diberikan kepada arwana antara lain ikan, udang, serangga (jangkrik, kelabang, kecoa),
Kebanggaan Indonesia
Berbeda dari louhan yang dikuasai para breeder Malaysia, atau koi yang dipopulerkan orang-orang Jepang, arwana justru merupakan ikan hias kebanggaan Indonesia. Para penggemar di seluruh dunia juga mengakui kualitas arwana Indonesia sebagai yang paling bagus. Tak heran apabila banyak penggemar ikan hias dari mancanegara yang berusaha mendapatkannya langsung dari Indonesia.
Di Indonesia, arwana memiliki berbagai julukan, antara lain ikan naga, barramundi, saratoga, siluk, kelesa, kayangan, peyang, tangkelese, aruwana, dan arowana. Sebenarnya Indonesia bukan satu-satunya negara yang memiliki plasma nuftah bernama arwana. Bahkan, Brasil disebut-sebut pula sebagai negeri leluhur ikan hias ini, meski ada juga yang menyebut Australia.
Tapi arwana dari Indonesia inilah yang paling moncer di seluruh dunia. Apalagi di negara kita banyak tersedia puluhan varietas, yang biasanya ditandai dengan perbedaan warna, mulai dari perak, emas, hitam, hijau, sampai merah. Pusat pembudidayaan terbesar terdapat di sekitar Sungai Kapuas, Pontianak, serta Pekanbaru.
Sebagan besar pedagang di Indonesia mengambilnya dari sana, tak terkecuali Andre Aquarium, salah satu pedagang arwana terbesar di Semarang. "Tetapi tidak semua pembudidaya memiliki koleksi berkualitas. Ya, kita harus pandai-pandai memilih dan melacak pusat pembudidayaan yang berkualitas," kata Andre, pemilik showroom ikan hias itu, saat ditemui di kantornya, Jl Tanjung Mas Raya A-29 Semarang.
Showroom ini memang hanya menyediakan arwana kelas A, karena pasar dan kualitas ikan memang jelas. Arwana super red kelas A, misalnya, dijual dengan harga Rp 9 juta/ekor. Padahal, ukurannya sekitar 20 cm. Biasanya, ikan seukuran itu rata-rata dijual dengan harga Rp 6 juta sampai Rp 7 juta per ekor.
"Itu super red yang biasanya, yang pada umur tersebut masih polos. Sedangkan arwana kualitas A sudah keluar ring (sisik-sisik berwarna-Red)," jelas Andre, yang juga menciptakan sendiri akuarium khusus arwana, dengan menggunakan sistem tanpa kuras.
Pengusaha muda ini memang sangat jeli dalam menangkap peluang. Ketika terjadi booming louhan, ia pun aktif berburu langsung ke Malaysia, dan khusus menghadirkan louhan kualitas A. Begitu juga ketika arwana kembali dicari para penggemar, ia langsung berburu ke Kalimantan.
Saat ini, super red menjadi primadona yang menjadi rebutan para penggemar. Tak heran jika banyak toko ikan kehabisan stok. Padahal, harga ikan berukuran 10-12 cm saja sudah sangat malah, antara Rp 4,5 juta sampai Rp 5,5 juta. Jika kondisi fisiknya sempurna, harga bisa lebih mahal lagi.
Melihat harga arwana yang tidak murah, para penggemar toh tak ambil pusing. Buktinya banyak penggemar yang memelihara arwana berkelas dalam akuarium yang diletakkan pada ruang tamu atau ruang keluarga. "Makin mengenal arwana, saya makin keranjingan untuk mengoleksi sebanyak-banyaknya," tambah Gatot, yang tinggal di kawasan Candi Baru, Semarang.
Bawa Hoki
Bagi penggemar fanatik, memelihara arwana bukanlah sekadar memberi makan seekor makhluk hidup. Ia sudah menjadi bagian dari gaya hidup. Arwana dianggap mampu menaikkan status sosial, gengsing, serta
prestise pemiliknya. Bahkan, sebagian penggemar menganggap ikan ini merupakan simbol keberuntungan atau pembawa hoki.
Percaya atau tidak, pengakuan arwana sebagai simbol keberuntungan itu juga diakui psikolog kondang Drs Darmanto Jatman SU. Sejak membeli arwana pada tahun 1997, keberuntungan selalu menyertainya. Misal, tak lama setelah membeli arwana, Darmanto mendapat cucu yang amat disayanginya. "Yang jelas, setelah membeli arwana, saya mendapat berbagai keberuntungan yang tidak terlupakan," tuturnya.
Menurut Darmanto, orang yang memelihara arwana itu cenderung ingin menaikkan pamor atau gengsinya. Misalnya, seandainya orang membeli ikan seharga Rp 1 miliar, tentu saja pamornya akan naik dibandingkan dengan mereka yang membeli dengan harga di bawahnya.
"Masyarakat akan memandang bahwa pemilik arwana itu adalah orang mampu, karena sanggup membeli ikan yang mahal. Meski sekedar hobi, dengan membeli ikan semahal itu, otomatis orang mengganggap dia orang berduit," tandas dia.
Darmanto menambahkan, semua itu terjadi akibat pengaruh faktor sosial. Tidak mungkin orang yang tidak mampu dapat membeli ikan semahal itu, hanya karena hobi. Selain sekedar hobi, penggemar arwana juga mengikuti tren atau perkembangan jaman.
Aktualisasi diri sangat mempengaruhi hal itu. Mereka tidak mau ketinggalan dengan adanya perkembangan baru tersebut. Bahkan, upaya mengaktualisasi diri terkadang muncul di kalangan menengah ke bawah. Tak mau ketinggalan dari kalangan atas, mereka juga memboyong arwana ke rumahnya.
Tentu mereka memilih arwana yang tak mahal. Adakah arwana yang tidak mahal? Apabila Anda jalan-jalan ke Jl Agus Salim Semarang, terutama di sekitar Jalan Kenari, pasti akan menjumpai sederet pedagang ikan hias. Kalau dulu didominasi louhan, sekarang banyak juga yang menyediakan arwana dalam berbagai jenis dan ukuran.
Aris (20), salah seorang penjual arwana di sana, mengaku tak tahu kenapa arwana sekarang digemari lagi. Padahal, sebelumnya, kebanyakan penggemar lebih senang memelihara ikan louhan. "Harga arwana lebih mahal daripada louhan. Tapi mengapa mereka lebih memilih arwana?," ujarnya dengan heran.
Ada dua jenis arwana yang dijualnya, yaitu jenis Irian (berwarna putih) dan Brazil (hitam). Kedua jenis ikan ini dijualnya dengan harga Rp 50.000/ekor dengan ukuran sekitar 10 cm. Bagi kalangan menengah ke bawah, harga tersebut tentu masih bisa dijangkau.
Tetapi Aris juga menyediakan jenis super red. Ikan dengan panjang tubuh 10-15 cm dijualnya antara Rp 1 juta sampai Rp 2 juta per ekor. Sedangkan arwana kuning emas dari Kalimantan Barat sekitar Rp 100 ribu per ekor, dan jenis merah Rp 250 ribu/ekor.
Ya, gaya hidup memang tak hanya menjadi hak orang-orang berada. Masyarakat di lapis bawah pun butuh pengakuan. Meski tak bisa membeli ikan semahal orang kaya, arwana seharga Rp 50 ribu pun diharapkan bisa mendongkrak status sosialnya, paling tidak di mata tetangga.